Senin, 11 November 2013

AL-HAWALAH


MAKALAH
“ AL-HAWALAH “

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“ Desain Kontrak Perjanjian Syariah “

Dosen Pembimbing :
Zulfatun Nikmah, M. H.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
1.     ANGESTI PUPUT W. S.         3223113009
2.     ANGGUN RIZKI RAHAYU    3223113010
3.     AYU ANDRIANI                     3223113019
4.     BINTI MASKURUN                3223113023
Semester : V-A


PROGRAM  STUDI PERBANKAN SYARI’AH (PS)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
TAHUN AJARAN 2013 / 2014


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Melihat dari berbagai kontrak perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat maka,  perjanjian yang berdasarkan syariah sangat menarik untuk dipelajari dan didalami dasar-dasar prinsipnya. Dimasyarakat mungkin sudahsangat biasa dengan istilah sewa menyewa, jual beli, gadai, serta hutang piutang. Dalam produk perbankan syariah sudah sangat jelas bahwa produk-produk yang berdasarkan prinsip tersebut merupakan produk yang sudah menjadi cirri dari sebuah perbankan, terutama perbankan syariah. Dalam bab ini kami akan mengupas tentang salah produk perbankan syariah yang berdasarkan prinsip hutang piutang dan merupakan produk jasa di perbankan syariah. Kami akan mengupas tentang  produk hawalah atau biasa disebut dengan pengalihan hutang. Hawalah merupakan suatu akad  pemindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang). Sehingga dalam hawalah ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Dan pengalihan penagihan hutang ini dibenarkan oleh syariah dan telah dipraktekkan oleh kaum Muslimin dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Dalam al-Qur’an kaum Muslimin diperintahkan untuk saling tolong menolong satu sama lain. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Firman Allah : (QS.Al-Maidah: 2 )  
Akad hawalah merupakan suatu bentuk saling tolong menolong yang merupakan manifestasi dari semangat ayat tersebut. Untuk lebih jelasnya akan kami sampaikan pada bab selanjutnya yang pembahasanya akan lebih rinci dan mendalam.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Jelaskan pengertian dan dasar hukum Al-Hawalah!
2.      Apa saja rukun dan syarat sah Al-Hawalah?
3.      Sebutkan jenis-jenis Al-Hawalah!
4.      Bagaimana aplikasi Al-Hawalah dalam perbankan?
5.      Jelaskan manfaat, resiko dan berakhirnya akad Al-Hawalah?
6.      Bagaimana dialog untuk akad Al-Hawalah?
7.      Bagaimana surat kontrak perjanjian Al-Hawalah?

C.    TUJUAN MAKALAH
1.      Menjelaskan tentang pengertian dan dasar hukum Al-Hawalah.
2.      Menjelaskan tentang rukun dan syarat sah Al-Hawalah.
3.      Menjelaskan tentang jenis-jenis Al-Hawalah.
4.      Menjelaskan tentang aplikasi Al-Hawalah dalam perbankan.
5.      Menjelaskan tentang manfaat, resiko dan berakhirnya akad Al-Hawalah.
6.      Mengilustrasikan dialog untuk akad Al-Hawalah.
7.      Memberi contoh bentuk surat kontrak Al-Hawalah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM AL-HAWALAH
·         Pengertian
Definisi al-hawalah menurut beberapa pakar ahli, Kata hiwalah diambil dari kata tahwil yang bearti intiqal (perpindahan). Yang dimaksud di sini adalah memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang (muhil) menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (muhal’alaih). Dalam konsep hukum perdata, hiwalah adalah serupa dengan lembaga pengambilalihan utang(cshuldoverneming), atau lembaga pelepasan utang atau penjualan utang (debt sale), atau lembaga penggantian kreditor atau penggantian debitor.[1]
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal’alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.[2]
Didalam buku lain menyebutkan bahwa Hawalah (transfer service) adalah pengalihan utang/ piutang dari orang yang berhutang / berpiutang kepada orang lain yang wajib menannggungnya/ menerimanya.[3]
Secara sederhana, hal itu dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), sedangkan B masih mempunyai piutang pada C (muhal’alaih). Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan beban utang tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus membayar utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.
·         Dasar Hukum
Hawalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma
1.      Sunnah
Imam Bukhori Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda :
Menunda pembayaran bagi orng yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan, jika salah seorang kami diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu/ kaya, terimalah hawalah itu”.
Pada hadits tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang menguntungkan, jika orang yang berhutang meng-hawalah-kan kepada orang yang kaya/ mampu, hendaklah ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang di-hawalah-kan (muhal’alaih). Dengan demikian, haknya dapat terpenuhi.
Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah untuk menerima hawalah dalam hadits tersebut menunjukkan wajib. Oleh sebab itu, wajib bagi yang menguntungkan (muhal) menerima hawalah. Adapun mayoritas ulama berpendapat bahwa perintah untuk menunjukkan sunnah. Jadi, sunnah hukumnya menerima hawalah bagi muhal.
2.      Ijma
Ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada utang yang tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu, harus pada uang atau kewajiban finansial.[4]

B.     RUKUN DAN SYARAT SAH AL-HAWALAH
1.      Muhil
Muhil adalah orang yang berutang (debitor) yang memindahkan utangnya kepada orang lain. Muhil haruslah orang yang mampu berakad, yaitu orang yang sudah akil baligh dan berakal sehat. Hawalah tidak sah jika berasal dari orang gila atau anak kecil yang belum bisa berpikir.
2.      Muhal
Muhal adalah pemberi jaminan (kreditor) yang utangnya dipindahkan untuk dilunasi oleh orang lain yang bukan peminjamnya atau orang yang memberi pinjaman kepada muhil yang memindahkan utangnya untuk dilunasi oleh orang lain.
3.      Muhal ‘Alaih
Muhal ‘alaih adalah orang yang harus melunasi utang kepada muhal. Muhal ‘alaih harus orang yang sudah akil-baligh.
4.      Muhal Bih
Muhal bih adalah hak muhal yang harus di lunasi oleh muhil, namun kewajiban (untuk melunasi) hak itu, kemudian dialihkan oleh muhil kepada muhal ‘alaih. Syarat muhal bih antara lain adalah berupa utang dan utang tersebut bersifat tetap. Hawalah tidak sah jika dalam bentuk benda-benda berwujud karena hawalah merupakan pengalihan hukum sementara pengalihan benda-benda berwujud merupakan pengalihan hakiki.
5.      Shighat (Ijab dan Qabul)
Ijab adalah ucapan muhil. Misalnya, “Saya alihkan kepadamu kewajiban (untuk membayar utang) kepada si fulan”. Qabul adalah ucapan muhal misalnya “Saya terima” atau “Saya ridha”. Ijab dan Qabul harus dilakukan di tempat akad.[5]

C.    JENIS-JENIS AL-HAWALAH
1.      Hawalah muthlaqah
Ini terjadi jika seseorang memindahkan hutangnya agar ditanggung muhal alaih, sedangkan ia tidak mengaitkannya dengan hutang piutang mereka, sementara muhal alaih menerima hawalah tersebut. Ulama selain mazhab hanafi tidak membolehkan hiwalah semacam ini. Sebagian ulama berpendapat pengalihan utang secara muthlaq ini termasuk kafaah madhdah  (jaminan), untuk itu harus didasarkan ketiga belah pihak, yaitu orang yang mempunyai piutang, orang yang berhutang dan orang yang menanggung utang.
2.       Hawalah muqayyadah
Ini terjadi  jika orang yang berhutang memindahkan beban hutangnya tersebut pada muhal alaih dengan mengaitkannya pada hutang muhal alaih padanya.inilah hawalah yang dibolehkan berdasarkan kesepakatan ulama. Namun kedua macamhiwalah tersebut dibolehkan berdasarkanhadist nabi yang diriwayatkan oleh abu huraira.
3.      Hawalah al haq
Pemindahan hak atau piutang dari seorang pemilik piutang lainnya biasanya itu dilakukan bila pihak pertama mempunyai hutang kepada pihak kedua ia membayar utangnya tersebut  dengan piutannya pada pihak lain. Jika pembayaran barang/ benda, maka perbuatantersebut dinamakan sebagai hawalah hak. Pemilik piutang dalam hal ini adalah muhil, karena dia yang memindahkan kepada orang lain untuk memindahkan haknya
4.      Hawalah al dain
Lawan dari lawan al haq. Hawalah ad dain adalah pengalihan utang dari seorang penghutang  kepada penghutang lainnya. Ini dapat dilakukan karena penghutang pertama masih mempunyai piutang pada penghutangkedua. Muhil dalam hawalah ini adalah orang yang berutang, karena dia memindahkan kepada orang lain untuk membayar hutangnya. Hiwalah ini di syariatkanberdasarkan kesepakatan ulama.

D.    APLIKASI AL-HAWALAH DALAM PERBANKAN SYARIAH
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut :
a.       Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
b.      Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
c.       Bill discounting. Secara prinsip bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya saja, dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak hawalah.[6]

E.     MANFAAT, RESIKO DAN BERAKHIRNYA AL-HAWALAH
·         Manfaat al-hawalah
Seperti diuraikan diatas, akad hawalah dapat memberikan banyak sekali manfaat dan keuntungan, di antaranya:
a.       Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan simultan
b.      Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan
c.       Dapat menjadi salah satu fee-basedincome/ sumber pendapatan non pembiayaan bagi bank syariah.[7]
·         Resiko al-hawalah
Adapun resiko yang harus diwaspadai dari kontrak hawalah adalah adanya kecurangan nasabah dengan memberi invoice palsu/ wanprestasi (ingkar janji) untuk memenuhi kewajiban hawalah ke bank.[8]
·         Berakhirnya al-hawalah
Berakhirnya hawalah karena beberapa hal, antara lain :
1.      Fasakh (batal), pengertian fasakh dalam istilah fukaha adalah berhentinya akad sebelum tujuan akad tercapai. Maka hak muhal untuk menuntut utang, kembali kepada muhil.
2.      Hak muhal sulit untuk dapat kembali karena muhal alaih meninggal dunia, boros, (safih) atau lainnya, dalam keadaan semacam ini dalam urusan penyelesaian utang kembali kepada muhil. Pendapat ini dikemukakan oleh hanafiah, akan tetapi menurut malikiyah, syafi’iah, hanabilah. Apabila akad hiwalah sudah sempurna dan hak sudah berpindah serta di setujui oleh muhal maka hak penagihan tidak kembali kepada muhil, baik hak tersebut bisa dipenuhi atau tidak karena meninggalnya muhal alaih atau boros. Apabila dalam pemindahan utang tersebut terjadi gharar (penipuan) menurut malikiyah, hak penagihan utang kembali kepada muhil.
3.      Penyerahan harta oleh muhal alaih kepada muhal.
4.      Meninggalnya muhal atau muhal alaih mewarisi harta hiwalah.
5.      Muhal menghibahkan hartanya kepada muhal alaih dan ia menerimanya.
6.      Muhal menyerahkan hartanya kepada muhal alaih dan dia menerimanya.
7.      Muhal membebaskan muhal alaih.[9]

F.     ILUSTRASI DIALOG
Dialog antara muhil dengan muhal ‘alaih:
Muhal ‘alaih    : Assalamualaikum ..
Muhil               : Wa’alaikumsalam..
Muhal ‘alaih    : Silakan duduk ibu ..
Muhil               : Iya, terima kasih..
Muhal ‘alaih    : Disini dengan saya CS PT Bank Syariah Dea Mandiri ada yang bisa saya bantu?
Muhil        : Begini mbak..saya mempunyai perusahaan manufacture yang bergerak dibidang perkayuan. Untuk saat ini, perusahaan saya sedang mengalami masalah terkait hutang pitang dengan pihak A, yang mana beberapa hari lagi akan sampai pada jatuh tempo pembayaran tetapi perusahaan saya sudah tidak lagi memiliki dana untuk menutupi hutang-hutang tersebut. Untuk itu saya datang kesini untuk menanyakan apakah di Bank Syariah ini ada produk yang bisa menjamin atas hutang-hutang perusahaan saya?
Muhal ‘alaih : Sebelumnya mohon maaf bu..kalau boleh saya tahu berapa jumlah keseluruhan dari hutang-hutang perusahaan yang ibu maksud?
Muhil          : Seluruhnya berjumlah Rp 50 juta mbak. Kebetulan, saya juga mempuyai titipan wadiah di Bank Syariah ini kurang lebih sebesar Rp 30 juta. Mungkin jumlah titipan tersebut bisa dijadikan jaminan atas hutang-hutang saya. Lalu untuk kekurangannya, nanti disepakati saja sebagai hutang saya kepada Bank Syariah ini.
Muhal ‘alaih   : Iya bu..di dalam Bank Syariah ini, kami mempunyai suatu produk yang bisa menjadi solusi untuk masalah perusahaan ibu dan ini dapat digunakan untuk menjamin hutang-hutang ibu tersebut, yaitu produk hawalah.
Muhil        : Hawalah itu produk yang seperti apa ya mbak? Apakah dengan saya mengambil produk tersebut, maka hutang-hutang saya dengan pihak A bisa dijamin lunas?
Muhal ‘alaih    : Hawalah adalah produk yang bergerak di bidang jasa, dimana bank akan berperan sebagai penjamin dari hutang yang dilakukan oleh perusahaan ibu. Sehingga, jumlah keseluruhan dari hutang-hutang ibu akan kami bayar lunas kepada pihak A. Mengenai kekurangannya, nanti ibu bisa mengangsur setiap bulan kepada Bank Syariah. Terkait dengan hal ini, Bank Syariah meminta ujrah/fee sebagai imbalan atas jasa kami sebesar Rp 2 juta. Apakah ibu sepakat?
Muhil               : Lalu, bagaimana saya dapat mengetahui bahwa hutang saya telah dibayar lunas oleh Bank?
Muhal ‘alaih    : Setelah bank membayarkan hutang ibu, maka bank akan mengirimkan invoice (bukti pembayaran hutang) yang telah dilakukan bank syariah kepada ibu. Sehingga, perusahaan ibu sudah tidak lagi mendapat surat tagihan hutang dari pihak A.
Muhil           : Ohhhh..begitu ya mbak? Iya..iya..iya..saya sudah paham dengan penjelasan dari mbak. Iya, saya sepakat atas produk ini. Saya akan membayar selama 5x setiap bulannya. Kalau begitu apa saja persyaratan yang harus saya penuhi untuk mengambil produk hawalah ini?
Muhal ‘alaih    : Ibu cukup menandatangani  kontrak, bahwa ibu bersedia melakukan kontrak hawalah dengan Bank Syariah ini dan menentukan agunan apa yang dipakai sebagai jaminan atas kurangnya titipan ibu pada Bank kami?
Muhil           : Saya akan menggunakan agunan berupa BPKB Mobil mbak. Lalu persyaratan apa lagi yang dibutuhkan untuk melengkapi agunan selain BPKB asli dari Mobil saya?
Muhal ‘alaih    : Ibu harus menyertakan Foto copy KTP suami istri, Foto copy KK, Foto copy STNK, Esek Mesin, Esek Rangka dan Kwitansi Rekening Listrik.
Muhil               : Baik mbak, terimakasih. Besok saya akan kembali untuk menandatangani kontrak dengan bank syariah atas akad tersebut serta melengkapi persyaratannya.
Muhal ‘alaih    : Iya..sama-sama ibu .. Berarti kita telah sama-sama sepakat ya bu? Terimakasih telah menggunakan produk kami.. Semoga kerjasama kita berjalan dengan lancar ..
Muhil               : Iya mbak, kalau begitu saya permisi dulu.. Assalamualaikum...
Muhal ‘alaih    : Silakan ibu .. Wa’alaikumsalam, selamat datang kembali ..


G.    CONTOH SURAT KONTRAK AL-HAWALAH
SURAT KONTRAK HAWALAH

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama                                   : AYU ANDRIANI
Tempat dan Tanggal Lahir      : TULUNGAGUNG, 07 MARET 1983
Alamat Rumah                       : Jl. Yos Sudarso Gg. II No. 06 Durenan-Trenggalek
Jabatan / Pekerjaan              : Direktur PT CJDW Selaras Wood Working
Alamat Kantor                       : Jl. MT. Haryono No. 57 Gandusari-Trenggalek
Dalam hal ini bertindak atas nama diri sendiri dan selanjutnya disebut Pihak Pertama (Muhil).
Nama                                   : ANGGUN RIZKI RAHAYU
Tempat dan Tanggal Lahir      : TRENGGALEK, 07 JUNI 1980
Jabatan / Pekerjaan              : Direktur PT Bank Syariah Dea Mandiri
Alamat Kantor                       : Jl. Adi Sucipto No. 23 Trenggalek
Dalam hal ini bertindak atas nama diri sendiri dan PT Bank Syariah Dea Mandiri, yang selanjutnya disebut Pihak Kedua (Muhal ‘alaih).
Pada hari Kamis, Tanggal 07 November 2013 diantara Pihak Pertama dengan Pihak Kedua telah sepakat mengadakan pengalihan hak atas piutang-piutang Pihak Pertama sebesar Rp 30 juta untuk menjamin hutangnya sebesar Rp 50 juta yang telah sampai pada jatuh tempo pembayaran. Berkaitan dengan kurangnya jumlah uang yang dijaminkan sebesar Rp 20 juta dalam pengalihan hak-hak piutang diatas, maka sebagai bahan pertimbangan untuk mendapatkan pinjaman dari Pihak Kedua, Pihak Pertama menyertakan agunan berupa BPKB Mobil No. 2365707, Merk Toyota, Tahun 2011, Warna Silver, Silinder 2307 CC, Nopol AG 657 DN, No. Ka DEA06RR0607235076, No. Sin 2P9293657, Nama Pemilik Ayu Andriani, Alamat Jl. Yos Sudarso Gg. II No. 06 Durenan-Trenggalek dan setelah dipertimbangkan dari nilai agunannya, maka Pihak Kedua menyetujui untuk meminjamankan sejumlah Rp 20 juta kepada Pihak Pertama untuk menutup kekurangan titipan yang ada pada Pihak Kedua. Atas kesepakatan kedua pihak maka secara otomatis uang tersebut telah terhutang oleh Pihak Pertama dan hutang tersebut wajib dibayar oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sebesar Rp 20 juta beserta ujrah/fee yang telah disepakati sebesar Rp 2 juta dalam jangka waktu 5 bulan setelah ditandatanganinya surat kontrak sesuai ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal yang tercantum di bawah ini.
Pasal 1
DEFINISI
Pihak Pertama (Muhil) adalah pihak yang berhutang dan berpiutang, Pihak Kedua (Muhal ‘alaih) adalah pihak penjamin hutang dan berpiutang. Penjamin hutang adalah pihak yang menjamin atas jumlah keseluruhan hutang-hutang muhil, piutang adalah sejumlah uang yang dipinjamkan, hutang adalah kewajiban yang harus dibayar.
Pasal 2
PENGALIHAN HAK
1. Untuk menjamin pembayaran kembali hutang pokok, ujrah/fee, dan seluruh jumlah uang yang sekarang terutang oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sebagaimana mestinya, Pihak Pertama dengan ini mengalihkan haknya kepada Pihak Kedua, dan Pihak Kedua menerima pengalihan hak Pihak Pertama atas piutang.
2. Atas permintaan Pihak Kedua, maka Pihak Pertama terikat untuk menyerahkan atau menyimpan demi kepentingan Pihak Kedua seperti dokumen surat-surat berharga, faktur-faktur dan surat-surat lainnya yang merupakan bukti piutang. Pihak Pertama setuju dengan seketika dan dengan cara sebagaimana mestinya akan menandatangani dan memberikan surat-surat berharga tersebut bilamana diminta oleh Pihak Kedua.
Pasal 3
PERNYATAAN DAN JAMINAN
Pihak Pertama menjamin bahwa piutang yang dialihkan kepada Pihak Kedua dalam surat kontrak ini adalah benar-benar aset Pihak Pertama sendiri, tidak ada orang atau pihak lain yang turut mempunyai hak apa pun, tidak tersangkut dalam perkara/sengketa, dan tidak berada dalam suatu sitaan, serta belum pernah diserahkan atau dijadikan jaminan pembayaran hutang dengan cara bagaimana pun dan kepada siapa pun.
Pasal 4
HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA
Adapun hak dari Pihak Pertama antara lain :
1. Mendapatkan pengalihan tagihan atas hutang-hutangnya kepada pemberi hutang.
2. Mendapatkan pelunasan atas hutang-hutangnya kepada pemberi hutang.
Sedangkan kewajiban dari Pihak Pertama antara lain :
1. Membayar hutang kepada Pihak Kedua sebagaimana tercantum dalam kontrak diatas.
2. Membayar ujrah/fee yang telah disepakati.
3. Membayar tepat waktu sesuai jatuh tempo yang ditetapkan.
Pasal 5
HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK KEDUA
Adapun hak dari Pihak Kedua antara lain :
1. Menerima pembayaran piutangnya oleh Pihak Pertama sesuai jatuh tempo.
2. Menerima ujrah/fee yang telah disepakati.
Sedangkan kewajiban dari Pihak Kedua antara lain :
1. Membayar hutang-hutang Pihak Pertama yang telah dijamin pembayarannya.
2. Membayar hutang tepat waktu kepada pemberi hutang sesuai jatuh tempo yang ditetapkan.
Pasal 6
PENGAWASAN
Pihak Pertama harus mengizinkan wakil-wakil Pihak Kedua, pada setiap waktu selama jam kerja Pihak Pertama, untuk memasuki pekarangan dan bangunan Pihak Pertama untuk memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain dari Pihak Pertama yang menurut pertimbangan Pihak Kedua perlu diperiksa guna mengawasi penanganan piutang oleh Pihak Kedua.
Pasal 7
PEMBAYARAN
Seluruh pembayaran yang diterima oleh Pihak Kedua dari penagihan piutang, harus dipergunakan oleh Pihak Kedua untuk diperhitungkan dengan seluruh jumlah hutang-hutang yang wajib dibayar oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua, namun Pihak Pertama tetap bertanggung jawab untuk membayar sisa hutang kepada Pihak Kedua abila hasil tagihan piutang tidak cukup untuk melunasi seluruh hutang Pihak Pertama kepada Pihak Kedua.
Pasal 8
PERISTIWA CIDERA JANJI
1. Wanprestasi
Keterlambatan pembayaran atas kelalaian Pihak Pertama lebih dari 3 (tiga) hari setelah tanggal yang ditentukan, maka dikenakan sangsi administrasi sebesar Rp 100 ribu dengan tanpa syarat. Dan bilamana tidak bisa memenuhi kewajibannya, maka barang yang dijaminkan menjadi hak milik Pihak Kedua. Dalam arti Pihak Kedua berhak memindahtangankan / menjual barang yang dijaminkan dengan memperhitungkan sisa hutang dan biaya-biaya lainnya.
2. Force Majeure
Dalam hal ini yang disebut force majeure adalah kelalaian pembayaran yang diakibatkan karena kejadian diluar kendali Pihak Pertama seperti faktor alam misalnya bencana banjir, gempa bumi, dll termasuk abila Pihak Pertama meninggal dunia pada saat kontrak masih berlangsung. Apabila diakibatkan bencana alam, maka kerugian ditanggung bersama oleh kedua pihak. Sedangkan jika diakibatkan karena meninggalnya Pihak Pertama, maka kontrak tetap berlanjut dan diambil alih oleh ahli warisnya.
Pasal 9
KEPEMILIKAN AGUNAN
Penyertaan agunan yang tercantum dalam kontrak ini tetap berlangsung diantara para pihak selama Pihak Pertama masih mempunyai suatu hutang, sehingga bilamana semua hutang Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sudah dibayar lunas secara keseluruhan sebagaimana mestinya, maka hak milik atas agunan dengan sendirinya beralih kembali kepada Pihak Pertama dengan cara Pihak Kedua memberikan keterangan tertulis bahwa Pihak Kedua tidak lagi mempunyai tagihan atau tuntutan apa pun terhadap Pihak Pertama berdasarkan kontrak ini.
Pasal 10
PENYELESAIAN SENGKETA
Jika terjadi sengketa, maka dapat diselesaikan dengan dua cara yaitu jalur musyawarah dan jalur hukum. Apabila melibatkan pihak berwajib / melalui jalur hukum, maka segala biaya termasuk sidang dan lain-lain merupakan tanggungan Pihak Pertama sepenuhnya.
Pasal 11
GUGATAN TERHADAP AGUNAN
Bilamana agunan tersebut bermasalah atau ada gugatan dari pihak lain yang menyangkut kepemilikan atau hak atas agunan, maka hal tersebut merupakan tanggung jawab Pihak Kedua sepenuhnya.
Pasal 12
PENUTUP
Demikian kontrak ini dibuat dengan sadar tanpa ada tekanan dari pihak lain serta bermaterai cukup.




                                                     Trenggalek : ____________________

PIHAK PERTAMA                                                  PIHAK KEDUA





( AYU ANDRIANI )                                    ( ANGGUN RIZKI RAHAYU )



                                        SAKSI - SAKSI




( BINTI MASKURUN )                                   ( ANGESTI PUPUT W.S )




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Hawalah (transfer service) adalah pengalihan utang atau piutang dari orang yang berhutang atau berpiutang kepada orang lain yang wajib menannggungnya/ menerimanya. Secara sederhana, hal itu dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), sedangkan B masih mempunyai utang pada C (muhal’alaih). Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan beban utang tersebut pada C. Dengan demikian, C yang harus membayar utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai. Didalam akad al-hawalah perlu adanya beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi, karena tanpa adanya itu maka akad hawalah menjadi tidak sah.

B.     SARAN
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut andil wawasannya dalam penulisan ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan. Semoga makah ini bermanfaat. Amin.




DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani.
Ascarya. 2008. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
http://dailyoffenny.wordpress.com/2012/05/11/hawalah/, diakses pada 8 November 2013; pkl. 11:30 WIB.
http://makalahoke.blogspot.com/2013/06/makalah-al-hiwalah.html, diakses pada 8 November 2013; pkl. 11:45 WIB.
Sudarsono, Heri. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi 2. Yogyakarta: Ekonisia.




[1] Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi2 (Yogyakarta: EKONISIA, 2004), hlm. 71.
[2] Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 126.
[3] Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 107.

[4] Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 127.
[5] http://dailyoffenny.wordpress.com/2012/05/11/hawalah/, diakses pada 8 November 2013; pkl. 11:30 WIB.
[6] http://makalahoke.blogspot.com/2013/06/makalah-al-hiwalah.html, diakses pada 8 November 2013; pkl. 11:45 WIB.
[7] Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 127.
[8] Ibid., hlm. 127.
[9] http://makalahoke.blogspot.com/2013/06/makalah-al-hiwalah.html, diakses pada 8 November 2013; pkl. 11:45 WIB.

14 komentar:

  1. yang saya tanyakan di makalah ini yang pertama adalah akad hawalah berakhirnya kapan ?, dan yang kedua terkait akibat hukum hawalah itu bagimana ????? terima kasih

    BalasHapus
  2. makalah yang anda sajikan sudah cukup baik..
    yang mau saya tanyakan terkait jumlah nominal dari akad hawalah itu sama atau tidak?? karena di dalam makalah tidak dicantumkan secara jelas jumlahnya hanya "A memberi pinjaman kepada B, sedangkan B masih mempunyai piutang pada C. Begitu B tidak mampu membayar, ia lalu mengalihkan beban utang tersebut pada C dan C yang harus membayar utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai".
    Jelaskan! Tq :)

    BalasHapus
  3. menurut saya makalah andaa sudah sudah cukup baik terimakasih....

    BalasHapus
  4. makalah yamg anda sajikan sudah cukup baik yang ingin saya tanyakan apa maksud berakhirya hiwalah apabila "Meninggalnya muhal atau muhal alaih mewarisi harta hiwalah" tolong anda jelaskan ? trimakasih..''

    BalasHapus
  5. Yg mau saya tanyakan, bagaimana cara menanggulangi resiko yg trjadi pada hawalah?
    Trimakasih

    BalasHapus
  6. Mklah.a ckp jlas n Sya spndpt dg pmakalah.
    Trims

    BalasHapus
  7. Makalah yang disajikan sudah cukup baik..
    Dan yang ingin saya tanyakan bagaimana apabila seorang muhil melarikan diri terhadap kewajibannya kepada muhal alaih? Sedangkan di dalam kontrak, terdapat materai yang menguatkan kontrak tersebut. Apabila muhal alaih membawa kasus tersebut kepada pengadilan dan pengadilan memutuskan untuk memenjarakan muhil/muhil dikenakan denda, siapakah yang akan bertanggungjawab atas gugatan dari muhal alaih tersebut? trimakasiii..

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. yang saya tanyakan bagaimana hukum kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank, apakah boleh memanfaatkan kartu kredit ?
    terimakasih

    BalasHapus
  10. makalhnya cukup jelas yang saya mau tanyakan, apakah nominal dari bentuk utang itu sama atau dikurangi atau ditambahii,,,trimakaciiiiii

    BalasHapus
  11. langsung saja bagaimana apabila pada saat jatuh tempo muhal alaih tidak dapat melakukan tanggungjawab yang harus dipenuhinya karena tidak ada dana sepeserpu, apakah ada tindakan yang harus dilakukan muhil apbila muhal tidak mau memperpanjang waktu pembayaran tersebut??

    BalasHapus
  12. Makalah yang anda sajikan cukup baik, bisa membantu saya dalam memaham mi hawalah.. terimakasih

    BalasHapus
  13. Trimakasih informasinyaa....
    Good truskan prjuanganmuu

    BalasHapus
  14. Makalahnya sudah cukup, akan tetapi jika diberi skema gambaran akan mempermudah kita dalam memahami bagaimana terjadinya akad Hawalah...

    Terima kasih

    BalasHapus