MAKALAH
“ kebijakan dan teknik pembiayaan di bank syariah “
“ kebijakan dan teknik pembiayaan di bank syariah “
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“
Manajemen Pembiayaan Bank Syariah “
Dosen
Pembimbing :
Binti
Nur Asiyah, M. Si.
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
1. AHMAD NIZAR 3223113004
2. ANGGUN RIZKI RAHAYU 3223113010
3. BINTI MASKURUN 3223113023
Semester
: V-A
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH (PS)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
TULUNGAGUNG
TAHUN
2013 / 2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Salah satunya
yaitu dalam bentuk pembiayaan. Di dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
kebijakan dan teknik pembiayaan di Bank Syariah, meliputi ketentuan kebijakan
pembiayaan di Bank Syariah, penyusunan rencana pembiayaan, kelayakan pemberian pembiayaan,
proses administrasi pembiayaan, pengamanan pembiayaan dan jenis-jenis
rambu-rambu kesehatan Bank Syariah.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Ketentuan kebijakan pembiayaan di Bank Syariah.
2.
Penyusunan rencana pembiayaan.
3.
Kelayakan pemberian pembiayaan.
4.
Proses administrasi pembiayaan.
5.
Pengamanan pembiayaan.
6.
Jenis-jenis rambu-rambu kesehatan Bank Syariah.
C.
TUJUAN
MAKALAH
1. Menjelaskan
ketentuan kebijakan pembiayaan di Bank Syariah.
2. Menjelaskan
penyusunan renvana pembiayaan.
3. Menjelaskan
kelayakan pemberian pembiayaan.
4. Menjelaskan
proses admininstrasi pembiayaan.
5. Menjelaskan
pengamanan pembiayaan.
6. Menjelaskan
jenis-jenis ranbu-rambu kesehatan Bank Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KETENTUN
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DI BANK SYARIAH
1.
Kebijakan umum pembiayaan di Bank Syariah
Untuk pemilihan/penentuan sektor-sektor sebagaimana diuraikan berikut,
seyogyanya ditetapkan secara bersama oleh Dewan Komisaris, Direksi serta Dewan
Pengawas Syariah, baik mengenai jenis maupun besarannya (nilai rupiahnya)
sehingga atas pilihan-pilihan yang akan ditentukan diharapkan dapat memenuhi
aspek syar’i disamping aspek ekonomisnya. Sektor-sektor pembiayaan yang
dimaksud adalah :
·
Golongan debitur, meliputi :
a.
Wholesale yaitu untuk
kelompok usaha korporasi dan menengah
b.
Retail untuk para
pengusaha kecil
·
Valuta, meliputi : Pembiayaan dalam rupiah dan mata uang asing
·
Penggunaan, meliputi :
a.
Modal kerja
b.
Investasi
c.
Konsumtif
·
Skala prioritas, meliputi :
a.
Pembiayaan program pemerintah
b.
Pembiayaan komersiil
·
Sektoral, meliputi :
a.
Pertanian
b.
Pertambangan
c.
Perindustrian
d.
Listrik, air & gas
e.
Konstruksi
f.
Perdagangan
g.
Pengangkutan
h.
Jasa dunia usaha
i.
Jasa sosial
·
Jenis pembiayaan, meliputi :
a.
Pembiayaan mudharabah
b.
Pembiayaan musyarakah
c.
Murabahab
d.
Salam
e.
Istishna
f.
Ijarah
2.
Pengambil keputusan pembiayaan
Dalam realisasi suatu pembiayaan secara inherent terdapat risiko
yang melekat, yakni pembiayaan bermasalah hingga kondisi terburuknya menjadi
macet. Guna menghindari risiko demikian, kiranya dalam setiap pengambilan
keputusan suatu permohonan pembiayaan, baik di Kantor Pusat maupun
Kantor-kantor Cabang/Cabang Pembantu, dapat dihasilkan keputusan yang “Obyektif”.
Keputusan hanya dapat diperoleh jika prosesnya melibatkan suatu tim pemutus
(Komite Pembiayaan), berapapun besar plafon/limit pembiayaan yang dinilai/diputus.[1]
B.
PENYUSUNAN
RENCANA PEMBIAYAAN
Beberapa pendekatan yang
dapat ditempuh dalam perencanaan pembiayaan :
1. Pendekatan perencanaan pembiayaan berdasarkan sumber
dana yang dapat dikumpulkan oleh bank secara rasionil.
Sebagai kegiatan pokok suatu bank yaitu di satu
pihak mengumpulkan dan kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk
pembiayaan. Oleh karena itu kemampuan bank dalam menyalurkan pembiayaan ke
masyarakat akan sangat tergantung dari sumber-sumber dana yang dapat
dikuasainya.
Masalah perencanaan pembiayaan melalui pendekatan
sumber antara lain :
§ Berapa volume dana yang dapat dikumpulkan
§ Berapa volume dana yang dapat disalurkan
§ Dari mana sumber-sumber dana tersebut[2]
Secara skematis sumber dana dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel
1.0
Sumber
Dana Untuk Perencanaan Pembiayaan
Ekstern
|
Intern
|
||
Pemilik
|
Utang
|
Cadangan
|
Intensif
|
Donasi pemilik
|
Giro
|
Cadangan Umum
|
Penjualan fixed asset yg tak terpakai
|
Saham biasa
|
Deposito
|
Cadangan Khusus
|
Likuidasi barang jaminan
|
Saham preferen
|
Travellers Ckeck
|
Cadangan Debitur Debius
|
Penagihan debitur debius
|
Dll
|
Tabungan
|
Laba ditahan
|
Dll
|
Giro Bank lain
|
Dll
|
||
Sektor Jaminan
|
|||
Kreditur Umum
|
|||
Dll
|
2.
Pendekatan perencanaan pembiayaan
berdasarkan kemampuan pasar untuk menyerap penawaran dana dalam bentuk
pembiayaan.
Faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembiayaan berdasarkan pendekatan
pasar adalah :
§ Corak
pemasarannya (market profile), baik ditinjau dari “Economic
Environment” yang dapat diketahui dari berbagai indikator ekonomi, juga
ditinjau dari “Cultural Environment” maupun “Regulatory Environment”.
§ Corak
persaingan (competition profile), berapa banyak volume pembiayaan yang
telah dipasarkan ke masyarakat dan berapa besar masing-masing bank pesaing
merebut “market share”. Financial product apa saja yang dijual
dan bagaimana pricing-nya.
§ Corak
nasabah (customer profile), apakah perusahaan milik pemerintah, atau
swasta, atau dari kelompok pengusaha ekonomi lemah. Pemahaman atas corak
nasabah ini akan sangat bermanfaat dalam menerapkan sasaran pemasaran yang akan
dilakukan.[3]
§ Corak produk
(product profile) yang telah dan akan dipasarkan. Berapa prosen jenis
pembiayaan itu dapat disediakan dibanding dengan seluruh jenis pembiayaan
perbankan, dan seberapa besar daya serap pasar (yang dibutuhkan nasabah).
Pemahaman terhadap corak produk ini akan bermanfaat dalam “product
development” untuk menciptakan diversifikasi jenis-jenis pembiayaan yang
dipasarkan agar lebih dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan para nasabahnya.
3.
Pendekatan perencanaan pembiayaan
berdasarkan anggaran bank
Pola pikir
yang dipakai pada pendekatan ini adalah berangkat dari pengertian anggaran ini
sendiri, yaitu suatu rencana kerja yang dimanifestasikan dalam bentuk kesatuan
mata uang.
Adapun
maksud dan tujuan penyusunan anggaran antara lain :
§ Sebagai alat
koordinasi dari berbagai kegiatan yang ada dalam suatu bank.
§ Sebagai alat
pengawasan karena anggaran merupakan tolok ukur dari rencana kerja yang akan
direalisir di kemudian hari.
§ Sebagai alat
pemilihan alternatif-alternatif yang akan ditempuh suatu bank dalam mewujudkan
optimal profit adari pengelolaan faktor-faktor produksi yang dikuasainya.
4.
Beberapa model ketentuan moneter di
bidang perkreditan/pembiayaan yang dapat terjadi dan cara-cara pemanfaatannya
bagi bank :
§ Pemberian
pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi yang diprioritaskan, dapat memberikan
manfaat bagi bank komersiil karena adanya bantuan pendanaan dari pihak
berwenang dan adanya bantuan share dana dari pemerintah.
§ Dalam rangka
pembentuakn modal tetap domestik, akan nampak dalam pemberian pembiayaan
investasi (pengadaan barang-barang modal).
§ Dalam rangka
perbaiakn neraca pembayaran luar negeri dengan mendorong ekspor melalui pembiayaan
ekspor atau substitusi barang impor.
§ Dalam rangka
perluasan kesempatan kerja dan perbaikan distribusi pndapatan, maka arah
pemberian pembiayaan kepada perusahaan/proyek padat karya.[4]
C.
KELAYAKAN
PEMBERIAN PEMBIAYAAN
Pemberian pembiayaan mengandung risiko bagi perusahaan yang berupa
kerugian yang harus diderita apabila debitur tidak membayar kewajibannya. Oleh
karena itu penjualan kredit, terutama yang berjumlah besar hanya dapat dilakukan
pada pihak yang bonafid.
Dalam pemberian pembiayaan dalam sebuah usaha/bisnis, tentu tidak terlepas
dari prinsip 5C untuk menilai usaha/bisnis tersebut layak dibiayai atau tidak.
Prinsip 5C yang dimaksud adalah :
1.
Character, yaitu watak/sifat
penerima pembiayaan.
2.
Capacity, yaitu
kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pembiayaan yang
diambil.
3.
Capital, yaitu
besarnya modal yang diperlukan.
4.
Condition, yaitu
keadaan usaha yang dijalankan.
5.
Collateral, yaitu
jaminan yang dimiliki nasabah pembiayaan dan telah diberikan kepada bank.
D.
PROSES
ADMINISTRASI PEMBIAYAAN
Portofolio pembiayaan (financing) merupakan bagian terbesar dari
aktiva bank, karena pembiayaaan merupakan aktivitas utama dari usaha perbankan.
Dengan demikian maka pendapatan bagi hasil atau keuntungan jual beli yang
merupakan instrumen pembiayaan perbankan syariah merupakan sumber pendapatan
yang dominan.[5]
o Unsur-unsur
administrasi pembiayaan
Administrasi dari portofolio
pembiayaan dapat dibagi menurut tujuan dari fungsi manajemen secara umum, yaitu
perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian. Perencanaan meliputi
pertimbangan risiko dan pendapatan, serta alokasi pembiayaan. Pengorganisasian
menyangkut pengaturan pelaksanaan rencana pencapaian tujuan melalui penentuan
kebijakan dan proses, termasuk pengadaan fungsi-fungsi pendukung dan kegiatan
penyajian (realisasi) pembiayaan melalui struktur organisasi. Pengendalian
menyangkut proses keputusan, pemantauan, pembinaan dan pengawasan pembiayaan.[6]
o Tahap-tahap
pelaksanaan administrasi pembiayaan :
1.
Setiap permohonan harus diadministrasikan
dengan baik (file identifikasi nasabah) sesuai dengan jenis produk.
2.
Database nasabah
sekurang-kurangnya mencakup data identitas, pekerjaan/bidang usaha, jumlah
penghasilan, rekening yang dimiliki, aktivitas transaksi normal dan tujuan
pembukaan rekening.
3.
Semua dokumen harus terjaga
kerahasiaannya.
4.
Pejabat penghimpun dana membuat
laporan kepada direksi dalam rangka pemantauan rekening nasabah.[7]
o Syarat
administratif :
1.
Surat permohonan tertulis, dengan
dilampiri proposal yang memuat (antara lain) gambaran umum usaha, rencana atau
prospek usaha, rincian dan rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana dan
jangka waktu penggunaan dana.
2.
Legalitas usaha, seperti identitas
diri, akta pendirian usaha, surat izin umum perusahaan dan tanda daftar
perusahaan.
3.
Laporan keuangan, seperti neraca dan
laporan laba rugi, data persediaan terakhir, data penjualan, dan fotocopy
rekening bank.[8]
o Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam administrasi pembiayaan di Bank Syariah adalah :
1.
Penerimaan keputusan, baik dari
Kanpus/Kanwil atau Kantor Cabang yang bersangkutan.
2.
Penerusan kepada nasabah pemohon
meliputi :
a.
Macam keputusan, ditolak atau
disetujui.
b.
Penyampaian kepada nasabah, atas
permohonan yang dotolak, keputusan ini diberitahukan kepada pemohonnya.
Sedangkan bagi nasabah yang permohonannya disetujui, maka tahap selanjutnya
dibuatkan surat persetujuan yang memuat berbagai persyaratan dan klausa.
3.
Penandatanganan akad, apabila atas
surat persetujuan tersebut nasabah pemohon menyanggupinya, maka pemohon
melakukan penandatanganan akad di hadapan pejabat/petugas bank.[9]
E.
PENGAMANAN
PEMBIAYAAN
Langkah pengamanan yang dilakukan bank syariah untuk mengendalikan
terjadinya pembiayaan bermasalah dapat dilakukan sebagai berikut :
1.
Sebelum realisasi pembiayaan
Dalam tahapan ini berdasarkan persetujuan
nasabah diatas, bank melakukan penutupan asuransi atau pengikatan agunan (jika
diperlukan). Setelah ini selesai, baru pembiayaan dapat dicairkan.
2.
Setelah realisasi pembiayaan
Bagi bank, pencairan pembiayaan
barulah akhir episode permohonan yang selanjutnya merupakan awal pemeliharaan
atau pemantauan pembiayaan. Dalam tahap awal pencairan, dana diarahkan pada
pembiayaan sebagaimana diajukan dalam permohonan/persetujuan bank, dan jangan
sampai “bocor” dalam arti lari ke hal-hal diluar kesepakatan. Selanjutnya, bank
melakukan pembinaan dan kontrol atas aktivitas bisnis nasabah.[10]
F.
JENIS-JENIS
RAMBU-RAMBU KESEHATAN BANK SYARIAH
Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya
dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang menjaga dan memelihara
kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu
kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam
melaksanakan berbagai kebijakan, terutama kebijakan moneter.
Prinsip dasar dari penyaluran dana
yang sehat adalah mengerti, memahami, menguasai dan melaksanakan prinsip 5C + S
(Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral dan sesuai
Syariah).[11] Prinsip
5C di dalam pelaksanaannya dituangkan dalam rambu-rambu kesehatan bank
atau biasa disebut prudential standart. Rambu-rambu kesehatan
ini lebih ditujukan agar bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan
kegiatan usaha.
Diabaikannya rambu-rambu kesehatan
bank oleh bank-bank yang berdasarkan prinsip Islam memberikan dampak
kerugian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional. Hal ini
terjadi karena alasan berikut :
1.
Risiko yang dihadapi oleh bank Islam
dalam hal pembiayaan diberikan berdasarkan akad mudharabah kepada
nasabahnya, jauh lebih besar dibandingkan risiko yang dihadapi oleh bank
konvensional yang memberikan pembiayaan dengan agunan. Sehingga bank Islam
hanya mengandalkan first way out, yaitu pendapatan (reveneu) bisnis
nasabah (debitur) karena dalam pembiayaan akad mudharabah dalam
prinsipnya tidak boleh meminta agunana dari nasabah. Sedangkan bank
konvensional sumber pelunasan pembiayaan berasal dari first way
out yaitu pendapatan bisnis itu sendiri dan juga mengandalkan second
way out yaitu berupa agunan atau jaminan pembiayaan, bila pembiayaan
mengalami kegagalan atau macet.
2.
Apabila terjadi kegagalan pada
pembiayaan yang diberikan oleh bank Islam, antara lain dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, nasabah
tidak berkewajiban mengembalikan dana bank tersebut apabila terjadi sesuatu
dengan usaha nasabah yang dikarekan faktor yang di luar kemampuannya. Contohnya
pada akad mudharabah, bank Islam yang harus memikul resiko
kehilangan dana yang telah diberikan kepada mudharib (nasabah).[12]
Jenis-jenis rambu-rambu kesehatan
bank yang harus diperhatikan khususnya dalam menjalankan usaha, salah satunya adalah
dengan analisis pembiayaan. Bahwa “Dalam memberikan
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum
wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad
dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”
dan “Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.”[13]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sektor-sektor pembiayaaan bank syariah dalam
kebijakan umum pembiayaan adalah golongan debitur, valuta, penggunaan, skala
prioritas, sektoral dan jenis pembiayaan. Beberapa pendekatan yang dapat
ditempuh dalam perencanaan pembiayaan yaitu berdasarkan sumber dana yang dapat
dikumpulkan oleh bank secara rasionil, berdasarkan kemampuan pasar untuk
menyerap penawaran dana dalam bentuk pembiayaan, berdasarkan anggaran bank.
Dalam pemberian pembiayaan sebuah usaha/bisnis, digunakan prinsip 5C.
Tahap-tahap pelaksanaan administrasi pembiayaan yaitu permohonan
diadministrasikan dengan baik, database, terjaga kerahasiaannya serta pembuatan
laporan. Ada 2 langkah pengamanan yang dilakukan Bank Syariah untuk
mengendalikan terjadinya pembiayaan bermasalah yaitu sebelum dan sesudah
realisasi pembiayaan. Jenis-jenis rambu-rambu kesehatan bank yang harus
diperhatikan khususnya dalam menjalankan usaha, salah satunya adalah dengan
analisis pembiayaan.
B.
SARAN
Didalam mempelajari suatu materi tentunya
membutuhkan kesabaran untuk memahami arti yang terkandung didalamnya. Untuk itu
rasa optimis untuk mencapai segala sesuatu harus kita tanamkan pada diri kita
supaya kita yakin bahwa sebenarnya kita itu mampu.
DAFTAR PUSTAKA
Adamallah, Ririn Iqlima. http://blogputrimelayu.blogspot.com/2013/03/bab-i-pendahuluan-a.html, diakses pada 22 September 2013; pkl. 13:58 WIB.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke
Praktik. Jakarta: GEMA INSANI.
Antonio, Muhammad Syai’i. 2009. Dasar-dasar Manajemen Bank
Syariah. Jakarta: AZKIA PUBLISHER.
Muhammad. 2005. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: UII
Press.
Muhammad. 2000. Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah.
Yogyakarta: UII Press.
[1]
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: EKONISIA, 2005),
hlm. 204-205.
[2]
Ibid., hlm. 206.
[3]
Ibid., hlm. 207.
[4]
Ibid., hlm. 208.
[5]
Muhammad Syafi’i Antonio, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta:
AZKIA PUBLISHER, 2009), hlm. 243.
[6]
Ibid., hlm. 244.
[7]
Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta:
UII Press, 2000), hlm. 65.
[8]
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta:
GEMA INSANI, 2001), hlm. 171.
[9]
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: EKONISIA, 2005),
hlm. 214.
[10]
Ibid., hlm. 214.
[11]
Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta:
UII Press, 2000), hlm. 96.
[12]
Ririn Iqlima Adamallah, http://blogputrimelayu.blogspot.com/2013/03/bab-i-pendahuluan-a.html, diakses pada 22 September 2013;
pkl. 13:58 WIB.
[13]
UU No 8 Tahun 1998 Pasal 8 Ayat (1) & (2) tentang Perbankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar